Hukum Kepailitan



Pertanyaan Kepailitan

1.      Apa yang menjadi dasar hukum wewenang OJK untuk mengajukan permohonan Pailit PT. Asuransi Bumi Asih?
Jawab :
            Bahwa berdasarkan Pasal 50 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian menyatakan: “Permohonan pernyataan pailit terhadap Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah berdasarkan Undang-Undang ini hanya dapat diajukan oleh Otoritas Jasa Keuangan.”
(Hal. 3)

2.      Apa dalil hukum sebagai bukti termohon memiliki utang yang jatuh tempo dan dapat ditagih?
Jawab :
                        Bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka (6) UU Kepailitan menyatakan: “Utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang baik dalam mata uang asing, baik secara langsung maupun yang akan timbul dikemudian hari atau kontinjen, yang timbul karena perjanjian atau undang-undang dan yang wajib dipenuhi oleh debitur dan bila tidak dipenuhi memberi hak kepada kreditur untuk mendapat pemenuhannya dari harta kekayaan debitur.”
(Hal. 6)

3.      Apa inti dari permohonan pailit yang diajukan OJK?
Jawab :
            Menimbang, bahwa bukti bertanda P-3 (sama dengan bukti T-3) diketahui bahwa PEMOHON telah menerbitkan Keputusan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Nomor: KEP-112/D.05/2013 tanggal 18 Oktober 2013 Tentang Pencabutan Izin Usaha di Bidang Asuransi Jiwa atas PT Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya;dengan alasan karena TERMOHON telah melakukan pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang usaha perasuransian.
(Hal. 101).
                        Menimbang, bahwa berdasarkan uraian tersebut diatas dapatlah disimpulkan bahwa terbitnya Keputusan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuang Nomor: KEP-112/D.05/2013 tanggal 18 Oktober 2013 Tentang Pencabutan Izin Usaha di Bidang Asuransi Jiwa atas PT Asuransi Jiwa Bumi Asih Jaya;dikarenakan TERMOHON tidak dapat memenuhi tingkat solvabilitas paling sedikit 120% (seratus dua puluh per seratus)dari risiko kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat dari deviasi dalam pengelolaan kekayaan dan kewajiban, bahkan mengalami ekuitasminus Rp931,65 miliaryang melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2008;hal mana adalah merupakan salah satu dasar adanya utang Pemohon dalam mengajukan Permohonan Pernyataan Pailit terhadap Termohon;
(Hal. 102)

4.      Apa eksepsi termohon (PT. Asuransi Bumi Asih ) atas dalil permohonan pailit oleh OJK?
Jawab :
                        Bahwa TERMOHON menolak dengan keras dan tegas seluruh dalil-dalil Permohonan Pernyataan Pailit PEMOHON karena Klaim Asuransi adalah bukan utang dan Pemegang Polis bukanlah Kreditor, dalam hal ini apabila PEMOHON berpendapat bahwa Klaim Asuransi adalah utang dan Pemegang Polis adalah Kreditor, maka TERMOHON mohon akta atas kebenaran pendapat PEMOHON tersebut, sesuai dengan pasal 163 HIR/283 RGB/pasal 1865 KUH Perdata yang berbunyi “setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak, atau guna meneguhkan haknya sendiri maupun membantah suatu hak orang lain, menunjuk pada suatu peristiwa, diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut.”

Oleh karena tidak ada satupun aturan perundang-undanganyang menyatakan bahwa Klaim Asuransi adalah hutang dan Pemegang Polis adalah Kreditor, oleh karena KLAIM ASURANSI BUKAN UTANG sebagaimana Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian : Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk:
a. memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti; atau
b. memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.
 (Hal. 33-34)

5.      Bagaimana putusan Majelis Hakim atas eksepsi di atas?
Jawab :
Menimbang, bahwa terhadap eksepsi tersebut Majelis hakim telah menjatuhkan putusan sela tertanggal 01 April 2015 yang amarnya pada pokoknya berbunyi :
1)      Menolak eksepsi Termohon;
2)      Menyatakan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara No.04/Pdt.Sus.Pailit/PN Niga Jkt.Pst ;
3)      Memerintahkan Kedua belah pihak untuk melanjutkan pemeriksaan perkara tersebut;
4)      Menangguhkan biaya perkara hingga putusan akhir;
5)      Dengan demikian eksepsi tersebut dinyatakan ditolak
(Hal. 88)

6.      Mengapa akhirnya permohonan pailit OJK ditolak oleh majelis hakim?
Jawab :
Bahwa Pengadilan Niaga pada Pengadilan Jakarta Pusat tidak berwenang mengadili sengketa antara Perusahaan Asuransi dan Pemegang Polis sebagaimana Pasal 54 ayat (1), (2), dan (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian sebagai berikut :
·         Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, dan perusahaan reasuransi syariah wajib menjadi anggota lembaga mediasi yang berfungsi melakukan penyelesaian sengketa antara Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah dan Pemegang Polis, Tertanggung, Peserta, atau pihak lain yang berhak memperoleh manfaat asuransi.
·         Lembaga mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat independen dan imparsial.
·         Kesepakatan mediasi bersifat final dan mengikat bagi para Pihak.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hukum Pengangkutan

Keutamaan Al-Quran

Tafsir Ayat Zakat